PUBILKASI

Kajian Hadits : Dua Perkara yang Ditakuti Manusia

Ada dua perkara yang dibenci umat manusia. Pertama, manusia tidak mau mati, padahal siapa tahu mati lebih baik dari pada fitnah. Kedua, manusia tidak mau miskin, padahal sedikit harta berarti lebih ringan hisabnya. HR. Imam Ahmad

Tujuan Hidup manusia

Manusia diciptakan oleh Allah dengan tujuan yang sangat mulia dan mengemban misi yang suci yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT. Oleh karena itu, maka manusia selama hidup di dunia ini harus mengoptimalkan semua potensinya, baik kekuatan fikirnya, mental dan rohaninya, maupun potensi fisik, kekuatan ekonomi, sosial politiknya untuk beribadah kepada Allah. Demikian juga semua potensi manusia tersebut harus digunakan untuk membantu pelaksanaan ibadah kepada Allah, ikut mengorganisir kegiatan ibadah kepada Allah, menjaga, melindungi dan mengembangkan kegiatan ibadah kepada orang-orang lain.

Di samping itu, manusia juga harus ikut mengorbankan harta benda bahkan nyawa sekalipun agar kita dan umat manusia yang lain tetap bisa beribadah kepada Allah tanpa gangguan dari siapapun atau kelompok  manapun. Dan yang tidak kalah pentingnya berikhtiar baik secara  individual maupun kolektif dengan terencana atau terprogram untuk mengikhtiarkan lahirnya generasi-generasi baru yang senang beribadah kepada Allah SWT. Alhasil semua potensi kita dan semua langkah kita semestinya dilakukan dalam rangka merealisasikan dan melestarikan ibadah kepada Allah SWT.

Ibadah kepada Allah merupakan tugas yang paling mulia bagi umat manusia. Sebab, pekerjaan-pekerjaan lain di luar ibadah, biasanya dilakukan hanya untuk kelestarian alam, lingkungan atau untuk kemashlahatan mansuia sendiri, sedangkan kegiatan ibadah semata-mata diperuntukkan untuk Allah SWT. Tentu saja, sesuatu yang dilakukan untuk Allah jauh lebih mulia daripada sesuatu yang dilakukan untuk selain Allah.

Oleh karena itu, kalaupun kita melakukan suatu aktifitas yang secara lahir nampaknya diperuntukan untuk kita, orang lain atu lingkungan maka niatkan itu semua semata-mata untuk Allah dan karena Allah dan tentu saja harus berpegangan pada syari’at Allah. Jangan sampai menentang perintah atau ketentuanAllah, agar semua aktifitas kita itu bisa bernilai ibadah.

Jangan malah dibalik, lahirnya nampak ibadah, wiridan dilakukan, istighotsan dilakukan dan berbagai amalan atau ikhtiar batin dilakukan tapi tujuan yang keliru, bukan diperuntukkan untuk Allah dan bukan karena Allah. Tapi, karena ingin bisa naik pangkat dan menduduki jabatan atau menjadi orang yang kaya raya, atau mendapat kemenangan dalam politik, menjadi orang yang terkenal dan sebagainya. Beribadah mestinya karena Allah dan untuk Allah. Jangan untuk tujuan duniawi. Jadi, semestinya semua potensi duniawi  itu menjadi pendukung pelaksanaan ibadah kepada Allah.

Mati Bisa Jadi Lebih Baik

Karena sudah tahu tujuan utama hidupnya yaitu untuk beribadah, maka manusia seyogyanya merasa takut kalau sampai tidak beribadah atau tidak bisa beribadah. Dengan begitu, maka orang mukmin  tidak boleh takut melarat, takut sengsara, takut kehilangan kedudukan bahkan termasuk takut mati.

Kalau kematian itu sakit, yang karenanya banyak manusia yang takut dan benci mati, maka ketahuilah ada yang lebih sakit daripada mati dan sekarat yaitu siksaan api neraka dan ghodob (murka) Allah SWT. Jadi mestinya yang harus lebih ditakuti adalah siksa neraka dan kemarahan Allah SWT. Sebaliknya, kalau manusia ingin terus hidup karena merasakan  kenikmatan dunia, baik kekayaan maupun kedudukan serta ketenaran, maka ketahuilah ada yang lebih nikmat yaitu surga dan ridho Allah SWT.Jadi,  mestinya kalau kepingin bahagia dan merasakan nikmat sesungguhnya ya masuk surga dan mendapat ridho Allah, bukan hidup terus-terusan di dunia.

Akan tetapi, manusia pada umumnya takut menghadapi kematian. Dan mereka lupa bahwa ada yang mestinya lebih ditakutkan lagi yakni neraka Allah, laknat Allah dan murka Allah.

Allah SWT berfirman: Dan takutlah siksa api neraka yang kayu bakarnya adalah manusia dan batu..

Dengan memiliki rasa takut kepada siksa neraka,  adzab dan murka Allah maka manusia akan menjauhi segala prilaku yang bisa menyebabkan mereka terjerumus ke dalamnya. Yaitu sikap kufur, munafik, khianat, fasik  dan melakukan dosa-dosa besar yang lain. Itulah yang semestinya lebih ditakuti dan perrlu dihindari, karena akan mengakibatkan masuk neraka.

Rasulullah SAW mengkritik sikap manusia yang keliru dan memberikan petunjuk yang harus dimengerti manusia. Belaiu bersabda sebagaimana hadits di atas: Manusia takut mati, padahal kematian itu bisa jadi lebih baik daripada hidup penuh fitnah.

Adapun yang dimaksud dengan fitnah adalah segala bentuk kekufuran, kedzhaliman, kefasikan termasuk juga murtad (keluar dari agama Islam).  Jadi orang mumin tidak perlu takut mati, tapi takutlah  kalau sampai terjerumus dalam kemurtadan dan kekufuran. Mati tentu lebih baik, karena bisa jadi dengan kematian itu bisa terhindar dari fitnah dunia, sehingga bisa terhindar dari neraka dan masuk surga. Daripada hidup tapi penuh fitnah (kufur dan sejenisnya) yang akhirnya masuk neraka.

Orang mukmin lebih berorientasi kepada akhirat dan ridho Allah daripada kesenangan dunia. Sesuai firman Allah: Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dan kekal.  Tapi, tentu saja tidak dengan meninggalkan keduniaanya selama itu tidak menghalanginya dari beribadah.

Sedikit Harta, Sedikit Hisab

Selain kematian yang banyak ditakuti, manusia juga banyak yang takut kemelaratan. Akibat takut melarat, manusia sampai jungkir malik, bahkan sampai gasak sana gesek sini demi mendapatkan rupiah. Banyak yang menganggap kemelaratan adalah kehinaan. Orang yang melarat dianggap tidak bisa hidup bahagia.

Seperti halnya masalah kematian, masalah hartapun harus disikapi dengan benar. Mestinya, dalam  harta benda orientasinya yang penting barokah, manfaat, serta mendorong untuk beribadah kepada Allah. Sehingga bagi orang mukmin, sedikit atau banyaknya harta, miskin atau melarat, tinggi atau rendahnya pangkat dan jabatan itu tidak terlalu penting. Yang penting di mana dan kapanpun dan dalam keadaan bagaimanapun  tetap bisa beribadah dan mendapat ridho Allah, serta tidak melanggar ketentuan Allah. Orang yang seperti ini, niat kerjanya benar. Selama bekerja juga benar, tidak melanggar syara’ serta tidak merugikan orang lain. Dan setelah bekerja, pengunaan harta kekayaannya  juga benar sesuai ketentuan Allah. Dia tidak lupa kewajiban dalam hartanya, baik zakat, shodaqoh maupun tashorufnya.

Orang mukmin harus sadar, bahwa setiap rupiah yang dia peroleh dan dia gunakan akan  dipertangung jawabkan kepada Allah dan nanti akan dihisab pada hari kiamat. Dengan demikian, tiadk boleh hanya berobsesi ingin menumpuk harta yang banyak dan takut melarat, namun harus diperhatikan kehalalannya dan diridhoi Allah. Walaupun hartanya sedikit, seorang mukmin tidah putus asa atau larut dalam kesedihan. Sebab, dengan harta yang sedikit itu, dia akan ebih rin gan hisabnya daripada mereka yang harta bendanya melimpah.

Tentu saja, semua orang ingin sukses dunia dan akhirat. Sebagaimana do’a yang setiap hari dibacanya (Robbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil akhirati hasanah, Ya Allah berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaiakan di akhirat). Dan ini boleh-boleh saja, asalkan kesenangan dunia itu tidak sampai membuatnya lalai dari kehidupan akhirat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *